Wempy Dyocta Koto (CEO Wardour and Oxford Business) lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat, 1976. Namun, masa kanak-kanak hingga dewasa, dari TK, SD, SMP, SMA, S1, dan S2 ia jalani di Sydney Australia. Sehingga maklum jika pada awal presentasinya ia mengatakan tidak pandai berbahasa indonesia. Hadirin pun sangat memakluminya. Pemaparan mix antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Meski terlahir di Sumatera, namun logatnya kental 'kebule-bulean'.
Di Australia ia bersekolah di sekolah elite berbiaya mahal, namun merupakan sekolah terbaik kualitasnya. Kebanyakan siswanya adalah orang-orang Yahudi. Teman Wempy bilang, "Wempy jangan sekolah di sana! Mahal. Siswanya jenius-jenius. Nanti kamu jadi siswa tertinggal di sana." tapi, Wempy terus belajar dan ternyata ia selalu meraih peringkat satu. Pada hari kelulusan ia lulus cumlaude dan meraih peringkat tertinggi. Alhamdulillah.
Karena prestasinya, ia mendapat hadiah dari kampusnya untuk melanjutkan pendidikan S3 di manapun di seluruh dunia ini yang ia suka. Oxford di UK, Harvard di Amerika, atau yang lainnya. Tadinya ia ingin kuliah di Amerika, tapi dosennya bilang, "Kalau kamu ke New York kuliahmu gak akan selesai-selesai nanti karena kamu pasti akan jalan-jalan terus di sana. Wempy, kamu orang Indonesia. Apakah kamu bisa berbahasa Indonesia?"
"Tidak."
"Apakah kamu tau Indonesia?"
"Tidak."
"Bagaimana kalau kamu kuliah di Indonesia saja?"
Wempy pun dengan senang akhirnya memilih kuliah di Universitas Indonesia. Pulang ke negeri asalnya. Hari pertama ia diantar Sang Ibunda ke asrama mahasiswa UI. Cerita Wempy, Sang Ibu menangis sedih karena kamar Wempy sangat sempit dengan fasilitas seadanya. Tanpa AC, hanya ada kipas di langit-langit. Sangat kontras dengan kehidupannya yang serba nyaman dan wah di Sydney. Tapi, Wempy menerimanya dengan senang hati. Ia mengaku mengalami culture shock saat itu.
Lulus dari UI ia kerja di perusahaan keuangan terbesar di dunia yang kantornya di Australia. Waktu usianya 20 tahun, ia telah berpenghasilan USD 300,000 (Rp 300 juta) per bulan (atau per tahun?). Ia pun membeli rumah kesatu, kedua, ketiga, keempat, dan banyak rumah lagi sebagai investasi masa mudanya. Dan.... semua properti itu ia beli di kawasan elit! ia pun mempunyai mobil mewah.
Suatu ketika ia keluar dari salah satu rumahnya menuju rumahnya yang lain dengan mengendarai mobil mewah. Di tengah perjalanan ia menghentikan mobilnya dan menangis. Ia melihat teman-teman seusianya masih bersusah payah bekerja di McD dan di tempat-tempat lain, tapi ia telah memiliki segalanya. Sejak kecil selalu berkecukupan bahkan lebih. Ia merasa hampa. Meski secara ekonomi ia sangat berkecukupan, tapi ia merasa ada sesuatu yang kurang. Ia menangis dan bertanya, "What's wrong with my life?!"
Dari Australia Wempy pindah ke Singapura. Ia tinggalkan semua properti dan kehidupan nyamannya. Ia memulai hidup dari nol di Singapura. Ia ingin merasakan apa yang dirasakan orang lain. Ia pun menuai sukses di Singapura dengan income sangat besar.
Ia berperan dalam membesarkan beberapa perusahaan ternama seperti Samsung, LG, dll. Ia bolak-balik ke Korea untuk keperluan bisnisnya. Kemudian ia pindah kerja ke Hongkong. Lalu ke London, San Fransisco, dll. Pada usianya yang sekarang ia merasa, "Sudah saatnya kembali ke Indonesia dan membangun negeri tanah kelahiran." Ia telepon Sang Ibunda, "Mama, aku pindah ke Jakarta. Aku balik ke Indonesia. One way." ia mengisyaratkan akan menetap di Indonesia dan tidak pindah-pindah ke luar negeri lagi.
Ibunya seolah tak percaya, "Apakah kamu serius memilih pindah ke Jakarta?"
Segala kesuksesan telah ia raih. Tapi, ia telah mempertimbangkan kemacetan Jakarta, banjir, birokrasi yang sulit, panas, dan serba-serbi kekurangan Indonesia. Tapi, ia yakin bisa. Bisa memberikan kontribusi untuk negerinya agar bisa maju dan mendorong para pengusaha lokal untuk Go International!
Mimpinya, ia senang melihat orang lain bisa jalan-jalan ke luar negeri seperti dirinya.
"Saya ingin ketika saya jalan-jalan di Tokyo, di Eropa, di Amerika, di mana pun di luar negeri, maka saya akan mudah menemukan orang Indonesia. Mudah menemukan produk Indonesia. Itu cita-cita saya."
Di antara produk brand lokal yang sudah ia bantu ke pasar internasional diantaranya Kebab Turki Baba Rafi, Ayam Bakar Mas Mono, Keripik Ma' Icih, dll.
Menurutnya, yang salah di Indonesia ini adalah, "Kita ini terlalu tergantung pada natural resources (sumber daya alam/SDA) kita. Kita terlalu fokus mengurus itu. Seharusnya fokus kita kepada human resources-nya (sumber daya manusia), karena ia yang mengelola SDA.
"Never stop learning. Jangan berhenti belajar. Terus develop (kembangkan) diri selamanya. Saya sampai sekarang masih terus belajar. Berapa minggu sekali saya ke Netherland untuk belajar leadership."
"Sekolah lah setinggi mungkin. Ilmu itu tak ada batasnya. Belajarlah darimana saja dan dari siapa saja. Dorong anak-anak Anda untuk dapat bersekolah di luar negeri. Jangan berhenti kuliah. Selesaikan kuliah lalu kuliah lagi dan terus belajar."
"Uang itu gampang. Mudah dicari. Sedangkan pendidikan itu sulit. Carilah pendidikan. Ketika kamu fokus pada pendidikan maka sesungguhnya kamu fokus pada kekayaan. When you stop learning, you stop earning. Ketika kamu berhenti belajar maka kamu berhenti menghasilkan."
"Jika kita bisa mengolah SDA kita dengan teknologi tinggi, maka margin/keuntungan yang kita dapat semakin besar. Singapura tidak punya SDA seperti Indonesia. Ia membeli bahan baku dari kita dengan harga murah lalu diolahnya kemudian hasilnya ia jual dengan harga mahal."
"Dalam menghadapi ASEAN Economic Community/Masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) 2015 dan perdagangan global, jika ingin berhasil, menurut saya yang terpenting bukanlah mengalahkan atau menjatuhkan kompetitor kita, tapi yang paling penting adalah berkolaborasi dengan kompetitor kita."
Ustadz Valentino Dinsi, SE, MM, MBA yang duduk di sebelah kanan saya mengangguk-angguk setuju/membenarkan pernyataan Wempy ini. Ya, kolaborasi. Bukan mengalahkan. Bukan menjatuhkan lawan.
Saat ini China mengakuisisi perusahaan industri makanan besar dari Amerika. "Kalau kita bisa membeli perusahaan yang telah maju dan sistem bisnisnya telah rapi, ngapain kita harus memulai dari nol? Lebih baik kita memulai langsung dari atas dan melesat." Ustadz Valentino Dinsi kembali mengangguk-angguk tanda sepakat dengan pernyataan Wempy.
"Kenapa orang Yahudi kaya-kaya? Karena Yahudi di seluruh dunia bersatu. Uang dari satu Yahudi hanya berputar ke kalangan Yahudi yang lain. Misalnya ketika ia butuh tukang cat maka ia mencari tukang cat Yahudi. Ketika ia naik taksi ia hanya naik taksi milik/pengemudi Yahudi. Ketika ia ingin belajar bisnis maka mereka belajarnya kepada Yahudi yang lain."
Ustadz Valentino Dinsi mengangguk membenarkan pernyataan Wempy. Bahwa penting untuk bersatu dan berkolaborasi. Sehingga untuk memajukan perekonomian umat Islam, tagline yang diusung adalah "PENGUSAHA MUSLIM BERSATU".
Ustadz Valentino Dinsi mengingatkan, "Menurut hasil riset, 15 tahun kedepan adalah masa keemasan perekonomian Indonesia yang mana belum tentu akan terulang kembali dalam 200 tahun ke depan. Salah satu indikatornya, 2/3 penduduk Indonesia saat ini adalah usia produktif. Maka dari itu, kaum muslimin yang saat ini belum punya bisnis agar segera berbisnis. Dan online kan bisnis Anda! Semoga yang saat ini hadir di Majelis Ta'lim Wirausaha, yang sudah punya bisnis semoga bisnisnya makin sukses makin berkembang dan yang belum punya bisnis semoga semua punya bisnis yang sukses dan berkembang. Dan doa kita, makin kaya makin sholeh, tambah kaya tambah takwa tambah dekat dengan Allah." Aamiin.
Masjid Cut Meutia, Menteng, Jakarta Pusat
Ahad, 12 April 2015
No comments:
Post a Comment
assalamualaikum