Bismillaahirrahmaanirrahiim…
Dari dulu saya sebenarnya bertanya-tanya, mengapa kisah hidup Abu Bakar jauh lebih sedikit yang kita temukan daripada kisah Umar?
Lalu, setiap membaca kisah mereka dari hadits, ada sensasi aneh dan unik yang muncul.Misalnya, saat kita membaca kisah Umar, beliau selalu tampil sebagai seorang yang kuat, tegas, dan cenderung keras.AbuBakar sebaliknya, tidak mau menonjol.Abu Bakar selalu meringkuk di pojokan dan tidak nyaman jika diminta tampil. Namun, saat ia tampil, jawaban dan tindakan-tindakannya mebelakakkan mata.
Abu Bakar jelas adalah seorang phlegmatic murni. Jika ia tak harus muncul, ia takkan mau muncul. Ketika harus muncul, Abu Bakar pun bicara dengan kerendahan hati luar biasa. Kata=katanya singkat, tindak-tanduknya mencerminkan, “siapa sih saya, bukan apa-apa”. Wajahnya merah saat dipuji.Ia tidak suka dipuji. Gambaran fisiknya pun makin menguatkan asumsi itu, “kurus, tinggi, berkulit putih, terlihat ringkih, agak bungkuk, berjenggot putih, dan pendiam”, begitu gambaran umum fisik Abu Bakar.
Abu Bakar beramal dalam diam, tapi amalnya luar biasa.Amalnya adalah yang terbaik.Hanya beberapa amal yang sempat Umar pergoki. Namun, saat Umar berhasil “menangkap basah”, ia hanya bisa kicep melihat kualitas amal Abu Bakar. “Sungguh, engkau telah membuat kesulitan tiap pemimpin yang menggantikanmu, wahai Abu Bakar”, keluh Umar.Umar memberikan pernyataan itu saat memergoki Abu Bakar tiap pagi dating ke rumah janda tua di pinggir Makkah.Abu Bakar membersihkan rumah janda tersebut dan memasakkan makanan untuknya.Ia mengurus janda itu tiap hari. Padahal, saat itu Abu Bakar adalah khilafah.
Begitu pula saat Nabi bertanya kala bincang setelah subuh.Saat ditanya siapa yang hari ini sudah bersedekah, menengok orang sakit, dan bertakziyah, taka da satupun sahabat yang sudah melalukannya kecuali Abu Bakar.Ia mengangkat tangan, mengaku dalam malu, sementara sahabat lain terbengong.
Abu Bakar jangan main-main.Masih jam 5 pagi dan Anda sudah bertakziyah, bersedakah, dan menjenguk orang sakit? Seperti apa Anda menjalani hari-hari Anda? Jam berapa Anda bangun? Dan ANda malu-malu dalam mengaku kepada Nabi?Duh, apakah kami dibandingkan Anda?
Dengan karakter Abu Bakar yang seperti itu, wajar saja tak banyak kisah yang kita dapatkan.
Umar, dalam berbagai segi, adalah kebalikan Abu Bakar.Umar adalah potret sejati dari karakter Koleris murni.Keras, tegas, raksasa, pemaksa, dan cenderung keras.Fisik Umar digambarkan sebagai, “tinggi-besar, berotot, botak, keras, kasar, pandangan matanya tajam garang-semua orang takut padanya”. Kata-kata khas yang ia pakai kadang mirip preman pasar, “penggal saja!”, “aku akan membunuhmu”, “kita harus melawan mereka!”, “wahai Rasulullah, kenapa kita harus takut kepada Quraisy?”
Kenyataanya, Umar memang mantan preman pasar Ukazh. Sebelum masuk Islam, ia adalah tukang berkelahi dan jagoan Ukazh. Sikapnya yang berani mengambil resiko memang luar biasa.Dan seperti karakter koleris lainnya, kita melihat seorang yang menonjol.Koleris banyak sekali mengambil inisiatif untuk perubahan – dan bagi mereka, itu adalah sesuatu yang biasa mereka lakukan.Saat kau menginginkan ketenangan, panggil phlegmatic.Namun saat kau buntu, panggil Koleris. Koleris akan memecahkan kebuntuan-kebuntuanmu dengan cepat.
Dan itu pula yang di lakukan Umar. Saat jama’ah muslim ketakutan di Makkah, Umar mengajak mereka berthawaf dan sholat di Ka’bah. Saat muslim yang lain hijrah diam-diam dalam malam, cuma Umar yang menenteng pedang di bahunya sambil berteriak menantang di siang bolong, “Bagi yang mau menghadang aku untuk hijrah, silahkan!” Taka da satupun orang yang menghadang Umar.Makanya, dengan karakter Umar yang seperti itu, kisah tentang Umar membanjiri sirah nabawiyah Islam.Tidak heran.
Namun, ada satu hal yang unik, dan ini membuat kekaguman saya bertambah-tambah.Saat memilih pemimpin di Tsaqifah, mereka tidak memilih pemimpin yang menonjol.Mereka memilih pemimpin yang terbaik.
Abad 21 adalah abad ekstrovert. Saya yakin jika ada pemilihan pemimpin antara Abu Bakar dan Umar di tahun 2015 ini, Umar lah yang menang.Abad ini, orang yang lebih menonjol, lebih banyak berbicara, lebih banyak mengambil inisiatif, dia lah yang dipandang lebih baik. Setidaknya begitulah kata Susan Cain dalam bukunya Quiet. Pernakah kamu terpeson oleh orang yang banyak bicara dan aktif memberi ide, tapi kemudian kecewa karena ia tak bisa memimpin tim dan memberi hasil yang diharapkan?
Padahal, kemimpinan bukan diukur dari seberapa baik ia bicara di depan public.Ia bukan diukur dari keberaniannya utntuk berorasi di depan orang-orang. Gandhi bukanlah orang yang jago pidato. King George VI dari Inggris pun gagap saat coba bicara di depan rakyatnya (dan kemudian dibuatlah film King Speech untuk memotret fenomena itu)
Kepemimpinan menurut saya, adalah lebih pada kemampuan membawa orang yang dipimpin untuk sampai ke tujuan. Jika demi sampai ke tujuan si pemimpin harus bagus bicara di depan public ya bisa jadi. Tapi bukan itu fokusnya.
Makanya, ketika Utsman menjadi Khilafah, ia jarang sekali pidato. Dan sekalinya pidato, ia cuma berpidato begini, “Sesungguhnya pempin yang terbaik adalah yang paling banyak kerjanya, bukan yang paling banyak bicaranya”. Lalu ia turun dari mimbar, meninggalkan jama’ah muslimin yang bengong.
Peristiwa Tsaqifah – pemilihan pemimpin setelah wafatnya Nabi- tiba.Dari sinilah saya melihat cerminan karakter Abu Bakar dan Umar dengan sangat jelas dan kontras.Abu Bakar dengan karakter phlegmatisnya beci tampil menonjol. Sebagai phlegmatis, Abu Bakar berpikir ia bukan apa=apa. Ia tak mau orang memandang dirinya. Kalau bisa, ia selalu ingin di pojokan saja.
Namun, hari ini berbeda.Situasi Tsaqifah dan sangat panas dan perlu keputusab. Walaupun Abu Bakar tak suka menjasi pusat perhatian, akhirnya ia maju dan memberikan usul. Ia meminta hadirin memilih antara Umar dan Abu Ubaidah sebagai pemimpn. Dalam kondisi biasa, kawan, seorang phlegmatic tak mau menonjol, tak mau memimpin. Namun, dalam kondisi terdesaj dan kritis, saat ia melihat ia harus memimpin dan taka da orang yang bisa, ia akan (terpaksa) tampil.
Dan disinilah briliannya Umar.Ia tahu ia lebih menonjol dibanding Abu Bakar. Perawakannya lebih meyakinkan dari pada Abu Bakar.FYI, menurut riset, orang dengan karakteristik tubuh tinggi besar dan kelihatan tegas lebih didambakan untuk menjadi pemimpin disbanding orang yang perwakannya kecil dan terlihat tidak tegas. Dan, tebak, kalau Umar memilih mengangkat diri menjadi pemimpin, takkan ada yang protes, Umar memang layak!
Tapi Umar menolak.
Ia tahu secara perwakan dan kasat mata, ia lah yang lebih cocok menjadi pemimpin. Tapi soal manusia terbaik, Abu Bakar lah orangnya.Saat itu adalah saat krisis, secara logika Koleris lah yang perlu mengambil alih. Tapi tidak, ia yang perwakannya “kurus dan ringkih” itulah yang dipilih sebagai pemimpin. Sang phlegmatis murni.
Selanjutnya adalah kisah tentang paradoksal Abu Bakar yang di kenal pendiam dan tidak menonjol langsung tampil menjadi pemimpin yang luar biasa tegas, bahkan mengalahkan ketegasan Umar.Saat Umar protes mengapa Abu Bakar memerangi kaum yang tidak membayar zakat, Abu Bakar balik menghardik Umar bahwa mereka harus diperangu. Saat Umar memprotes bahwa pasukan Usamah harus mundur, Abu Bakar menghardik Umar bahwa ia takkan mengentikan apa yang telah di perintahkan Rasulullah.
Ya, inti kepemimpinan adalah soal kemampuan membawa orang yang dipimpin demi mencapai tujuan.Dan Abu Bakar jelas orang yang paling memiliki kompeten di bidang itu. Maka, ketikan dihadapkan sebuah tanggung jawab kepemimpinan, seorang phlegmatic akan mentransformasikan dirinya menjadi seorang –yang kadang- jauh berbeda. Seorang phlegmatis memang tak suka muncul, tapi ketika ia harus muncul, maka ia akan muncul.
Abu Bakar dan Umar. Kedua orang ini selalu saya pelajari kisah hidupnya dengan pendalaman yang jauh lebih mendalam disbanding kisah sahabat yang lain. Bagi paradox sekaligus unik luar biasa. Radiallahu Anhu (semoga Alla ridha kepada mereka)
Akhir kata, saya cuma bisa mengutip syair Imam Syafi’I untuk mengakhiri tulisan ini,
“Ya Allah, tempatkanlah aku bersama orang-orang shaleh walaupun aku bukan termasuk bagian dari mereka”
No comments:
Post a Comment
assalamualaikum