Full width home advertisement

Post Page Advertisement [Top]

Saat ini, dari berbagai data statistic yang diluncurkan oleh berbagai lembaga menyebutkan bahwa jumlah umat islam merupakan yang terbesar di dunia. Jauh melebihi umat beragama lain maupun yang tak beragama. Jumlah penduduk dunia (2013) adalah sebesar 7.021.836.029 sedangkan 22, 43%-nya adalah pemeluk Islam, ini artinya satu dari lima orang penduduk dunia adalah beragama Islam. Data ini tentu sekedar hitungan angka saja karena mengabaikan penggolongan akan esensi tentang keimanan dan ketakawaan.


Terlepas dari benar atau tidaknya menjadi agama dengan pemeluk terbesar didunia, satu hal yang menjadi permasalahan utama adalah masalah manajemen didalam pengorganisasian umat Islam. Aturan dan pedoman di dalam Al-Quran dan Hadis bukan sekedar rambu-rambu atau peraturan legalitas semata, melainkan suatu nilai yang sacral dan tuntunan yang jelas dari Allah SWT. Namun melihat kenyataan dewasa ini dimana umat Islam terfragmentasi menjadi berbagai kelompok membuat sistem pengorganisasian didalamnya tidak berjalan, termasuk masalah ekonomi umat.

“Kebaikan yang tak terorganisir, akan dikalahkan oleh kejahatan yang terorganisir” (Ali bin Abu Tholib)

Permasalahan Ekonomi bukan sekedar masalah pemenuhan kebutuhan bagi umat Islam, tapi menjadi sebuah Identitas Akidah dan tauhid yang saling terintegrasi. Masalah halal dan haram mempunyai perhatian khusus terutama karena didalamnya terkandung nilai bagaiamana membangun masyarakat yang Islami. Namun dimana letak sistem ekonomi Islam dengan dunia sekarang ketika hegemoni Kapitalis dan Komunis saling berebut dominasi?

Berbagai definisi yang telah diberikan mengenai Ekonomi Islam yang satu dan yang lainnya pada prinsipnya tidak berbeda. Salah satu diantaranya yang dikemukakan oleh Dr. Muhammad Abdullah al-Araby, yaitu : “Ekonomi Islam merupakan sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang kita simpulkan dari al Qur’an dan As Sunah, dan merupakan bangunan perekonomian yang kita dirikan diatas landasan dasar-dasar tersebut sesuai dengan tiap lingkungan dan masa”. Dari definisi tersebut terlihat bahwa Ekonomi Islam terdiri dari dua macam:

a. Pertama adalah yang diistilahkan dengan sekumpulan dasar-dasar yang  disimpulkan dari al Qur’an dan As Sunah yang ada hubungannya dengan urusan-urusan ekonomi. Dasar-dasar umum ekonomi tersebut antara lain tercermin dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.      Bahwa segala cara usaha, pokok asalnya adalah boleh (mubah).
2.      Bahwa hasil pekerjaan kembali kepda yang mengerjakannya tidak ada perbedaan dalam hal ini (ekonomi) antara laki-laki dan wanita.
3.      Bahwa pemimpin harus dapat mengembalikan distribusi kekayaan dalam masyarakat manakala tidak ada keseimbangan di antara mereka yang dipimpinnya
4.      Bahwa haram hukumnya menganiaya dengan menerjang hak atas orang Islam lainnya.
5.      Prinsip-prinsip lainnya dalam al Qur’an dan hadis-hadis yang bersifat membatasi motif-motif ekonomi pelaku ekonomi seperti, Larangan menghasilkan harta dengan jalan yang batil, larangan menimbun harta tanpa ada manfaat bagi manusia, dan larangan melampaui batas.

b. Kedua yaitu yang diistilahkan dengan “Bangunan perekonomian yang didirikan di atas landasan dasar-dasar tersebut sesuai dengan tiap lingkungan dan masa”. Maksud dari istilah tersebut adalah cara-cara penyesuaian atau pemecahan masalah ekonomi yang dapat dicapai oleh para ahli dalam negara Islam, sebagai pelaksanaan dari prinsip al Qur’an dan Sunah.

Ekonomi Islam memiliki sifat dasar sebagai ekonomi Rabbani dan Insani. Disebut ekonomi Rabbani karena sarat dengan arahan dan nilai-nilai Ilahiah. Lalu Ekonomi Islam dikatakan memiliki dasar sebagai ekonomi insani karena sistem ekonomi ini dilaksanakan dan ditujukan untuk kemakmuran manusia. Keimanan berpegang penting dalam ekonomi Islam, karena secara langsung akan mempengaruhi cara pandang dalam membentuk kepribadian, perilaku, selera dan preferensi manusia, sikap-sikap terhadap manusia, sumber daya dan lingkungan.

Bukan tanpa alasan jika Islam harus dimaknai dan diamalkan oleh setiap muslim. Karena sistem ekonomi Islam punya kelebihan dari sistem yang berkembang di barat. Kelebihan itu terutama, Ekonomi Islam secara jelas membedakan antara uang (money) dan modal (capital). Dalam konsep Islam, uang adalah flow concept,sedangkan capital adalah stock concept. Maka, dalam perekonomian, semakin cepat uang berputar akan semakin baik tingkat ekonominya. Dalam kerangka pikir inilah, Islam menganjurkan qard dan sedekah yang secara makro akan mempercepat perputaran uang dalam perekonomian.

Dalam konsep Islam, uang adalah barang publik, sedangkan capital adalah barang pribadi. Money adalah milik masyarakat. Karenanya penimbunan uang (dibiarkan tidak produktif) berarti mengurangi jumlah uang yang beredar. Bila diibaratkan darah, perekonomian akan kekurangan darah alias kelesuan ekonomi alias stagnasi. Itu pula hikmah dilarangnya menimbun uang. Capital adalah milik pribadi. Karenanya modal adalah objek zakat logikanya capital harus diproduktifkan. Bagi yang tidak dapat memproduktifkan capitalnya, Islam menganjurkan untuk melakukan musyarakah atau mudharabah, yaitu bisnis bagi hasil. Begitulah konsep Islam berjalan, semoga menjadi menjadi nafas pergerakan ekonomi penganut islam dan menjadi rahmat bagi semesta alam.

Kemunduran dan ketidakpuasan dalam berekonomi yang ada pada sistem ekonomi konvensional, membuat para ekonom, baik ekonom muslim maupun ekonom non-muslim menganggap sistem ekonomi konvensional (kapitalis) yang melepaskan norma-norma agama memiliki kelemahan. Sistem ekonomi Islam bukan hanya mengutamakan kebutuhan duniawi, tetapi juga merupakan ibadah terhadap Allah swt. Prinsip-prinsip yang terdapat dalam sistem ekonomi Islam tetap memegang nilai-nilai kemanusiaan dan ketuhanan.

Menjalankan ekonomi secara Islam merupakan sebuah bentuk menjalankan ajaran Islam secara kaffah. Sebuah aktifitas ekonomi yang tidak hanya kepada hubungan sesama manusia (muamalah) tetapi juga kaitannya hubungan antara manusia dengan sang pencipta. Maka dengan berekonomi secara Islam sebuah perimbangan tersebut dapat diwujudkan.

Kepustakaan:
·         Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syari’ah di Indonesia, Jakarta,
·         Ghozi, S. Ag. MA. Pentingnya Ekonomi Islam. Panitera Muda Hukum PA Kuala Tungkal
·         Kencana, 2004, hal. 33-35.Mustafa Edwin Nasution dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Jakarta, Kencana, tahun 2006, Hal, 12-13.


Artikel ini dibuat untuk kepentingan publikasi Himmpas UGM kepengurusan tahun 2013-2014


No comments:

Post a Comment

assalamualaikum

Bottom Ad [Post Page]